Senin, 26 Maret 2012

untuk dua puluh tiga...

Aku bangun pukul delapan pagi karena suara sumbang ibuku yang menyanyikan lagu ‘selamat ulang tahun’ sambil mengibas-kibaskan selimut tebalku. Oh, ya. Hari ini tanggal dua puluh enam. Bulan dan tanggal yang sama ketika aku lahir dua puluh tiga tahun yang lalu. Tentunya, hanya angka yang sama, selain itu, tak ada yang sama persis.
Apakah ini sebuah ‘tulisan ulang tahun’? entahlah. Aku memang tak pernah menulis lagi semenjak satu bulan yang lalu. Menurutku itu adalah hal yang berbahaya. Jadi, apakah ini tulisan ‘ulang tahun’? karena setelah lama tidak menulis tiba-tiba saja aku menulis tepat di hari ulang tahunku. Mungkin iya, mungkin bukan. Ah, sebodo.

Aku melipat selimutku, minum segelas air mineral, menyalakan sebatang rokok, lalu buang air.

Mengulang tahun, apakah harus selalu ada yang istimewa dengan itu? Mengapa orang-orang menyebutnya mengulang tahun? Padahal tahun tak pernah sama. Angka-angka kan terus berjalan. Setelah satu ada dua, setelah tiga ada empat, dan begitu seterusnya. Mungkin lebih masuk akal jika yang dimaksudkan adalah mengulang tahun kelahiran pada tanggal dan bulan yang sama – yang jelas-jelas hanya akan dialami orang-orang sekali dalam setahun – tetapi hanya disebut sebagai ulang tahun saja agar lebih efisien. Lalu, mengapa harus selalu identik dengan hal yang istimewa? Apakah mengulang hari kelahiran adalah sesuatu yang istimewa? Bagiku agak aneh untuk menerimanya. Bahkan, aku lebih nyaman jika teman-temanku lupa hari ulang tahunku. Tentunya karena aku jengah dengan tuntutan hiperbola mereka yang biasanya kekanak-kanakan.

Selesai melaksanakan tugas di kamar mandi, aku membacai pesan yang masuk. Dari kekasihku, ibuku, dan telepon yang tak kuangkat dari adikku karena aku tidur. Doa-doa mengalir mensahihkan hari ini. Aku senang mendapatkan ucapan per-ulang tahun-an dari teman dan orang-orang terdekatku. Aku hanya tak suka jika teman yang ingat ulang tahunku lalu ia berencana mengguyurku dengan ‘ramuan’ yang aneh-aneh. Aku bisa menikmati ‘ritual’ itu, tapi tidak jika itu adalah ulang tahunku. Cukup ucapan sederhana, dan sedikit doa-doa. Itu saja. Aku senang. Tak harus ada yang istimewa seperti halnya hari valentine. Sesuatu yang istimewa bisa saja ada setiap hari Rabu, atau mungkin Sabtu. Juga dengan tahun baru, tak harus menjadi istimewa hanya karena angka berganti. Biarkanlah sesuatu menjadi istimewa karena peristiwa. Karena ke-jadian. Tidak karena angka. Seperti halnya ketika kali pertama aku bertemu kekasihku. Bukan tanggal tiga yang istimewa, tetapi peristiwa. Ruang. Segala sesuatu yang melingkar pada saat itu. Karena waktu tak pernah sama. Walau persis tanggal tiga, atau dua puluh enam. Walau bulan hanya dua belas, dan tahun tak ‘terbatas’. Mereka takkan pernah sama.

Jadi, apakah yang harus aku rayakan?

Jika memang harus ada perayaan, bagiku sederhana. Hanya ada aku dan segala sesuatu yang telah aku lakukan. Membukai berkas-berkas ingatan. Menggarisbawahi perbuatan. Tak lupa kopi dan rokok tentunya.

Jika harus ada hal yang akan kucapai hingga tahun berikutnya, itu adalah ‘Gymnopedie #1’ yang dimainkan Erik Satie. Tahun depan, aku harus bisa memainkannya walaupun saat ini aku sama sekali buta not balok. Hahahaha….