Jumat, 20 September 2013

Sebut saja Keanehan Sederhana

Mungkin ini agak aneh. Setelah cukup lama memiliki notebook sendiri, saya baru ingin menulis hari ini. Ya, Kamis, 19 September 2013. Tidak ada hal penting atau amanat yang dalam luar biasa seperti pada tulisan orang-orang besar. Tidak, manusia macam saya hanyalah manusia pengisi kekosongan sistem alam. Saya hanya ingin menulis karena ada kopi di samping saya dan semacam perasaan yang baru saat ini membuat saya tidak hampa dalam menghadapi keseharian saya.

Menurutku manusiawi apabila seseorang tidak puas dengan kehidupan miliknya dan mulai menghayalkan kehidupan yang diinginkan. Setidaknya dengan begitu ada perasaan menghibur diri sendiri. Saya sering melakukannya. Membayangkan bisa dengan mudah menerima beasiswa S2 di Jepang, pulang ke tanah air dengan bangga dan langsung mendapat pekerjaan yang sangat mengasikkan, tentunya dengan bayaran yang memuaskan. Memiliki tempat tinggal sendiri, membahagiakan ibu, memanjakan kucingku dengan royal, membeli segala macam benda-benda yang tidak terbeli dalam keadaan sebenarnya. Terus menerus bervariasi dan segalanya hanya khayalan belaka.

Keseharian yang saya alami sebenarnya biasa saja. Memiliki ibu yang cukup pengertian, rumah yang tidak berlebihan, kekasih yang luar biasa, kucing yang tidak rewel, kuliah tidak terlalu berantakan, ya segalanya biasa-biasa saja. Hanya saja perasaan tidak puas kadang muncul saat-saat keseharian yang biasa itu mulai terhalangi oleh beberapa partikel dalam hidup. Uang, norma masyarakat, ketergantungan, umur, status sosial, dan mungkin pekerjaan. Di saat-saat seperti itulah khayalan-khayalan yang terlalu mengawang muncul. Mencoba untuk menghibur dan menyemangati diri. Yah, tetapi tak segampang itu.

Melayang dan terbang tinggi mungkin menyenangkan, merasa ringan dan serba leluasa. Tetapi terjatuh? Tertabrak? Terhempas? Saya rasa tidak akan menyenangkan. Tidak ada orang yang menyalahkan orang lain yang menghayal bukan? Hal itu adalah hak semua orang terlepas dari apapun yang dihayalkannya. Apalagi, menghayal dapat menghibur seseorang. Namun yah, seperti pepatah bilang; segalanya yang berlebihan tidak baik. Saya mulai tersindir para pepatah itu.

Khayalan-khayalan semacam kehidupan yang mapan yang saya hayalkan selalu mendetail. Bagaimanapun saya selalu berusaha mencocokkan beberapa bagian dalam khayalan saya dengan bagian aslinya dalam kenyataan. Saya selalu membayangkan memiliki rumah minimalis semi modern. Sebelum menghayalkan bagaimana saya memasak, menonton tv, mandi, dan lain-lain, saya selalu mencari terlebih dahulu bagaimana denahnya, furniturnya, bentuknya. Begitu ada yang cocok, langsung saya camkan dalam pikiran saya sambil memejamkan mata. Sama halnya dengan mobil khayalan. Bagaimana interior dalamnya, warna catnya, merek apa, dan hal-hal lainnya.

Pada mulanya memang saya menghayal hanya saat sedang mengalami benturan-benturan dalam keseharian saya yang sederhana. Lalu semakin lama, saya melakukannya lebih sering dari biasanya. Sebelum tidur, sehabis menonton film, siang hari ketika tak ingin melakukan sesuatu, saat menunggu, bahkan saat di toilet pun saya menghayal. Semakin sering saya menghayal, semakin sering pula saya merasa tidak lagi terhibur. Saya sudah berlebihan.
Perasaan bahagia dengan memiliki kehidupan idaman dalam khayalan hanya membawa perasaan muak pada kehidupan sebenarnya. Saya jadi mudah kesal, sering mengutuki keadaan, tidak puas, tak punya keinginan melakukan apapun, menjalankan keseharian yang ada dengan mengalir saja mengikuti arus seperti ikan mati. Di saat saya butuh sesuatu, seringkali saya menghindar dengan menghayal, bukan berusaha melakukan sesuatu untuk bisa memenuhi kebutuhan itu. Tidak selesai, pun tidak membawa apa-apa. Saya merasa hampa.

Cukup lama saya hanya pasrah dengan perasaan hampa yang kadang-kadang menyelimuti saya. Mau bagaimana lagi, menghayal sudah menjadi bagian dari kebiasaan yang saya lakukan. Saya tak bisa langsung menghilangkan itu dengan cepat. Tetapi bukan berarti tak ada keinginan untuk keluar dari itu semua. Walaupun saya adalah manusia yang biasa saja, dan saya pun mensyukurinya, bukan berarti saya tidak suka bergerak. Dalam artian, tetap diam pada satu titik kehidupan sosial tanpa kemajuan, tidak ada perkembangan diri yang berarti, sedangkan saya dikelilingi oleh orang-orang yang menjalani kehidupan mereka dengan ringan dan memiliki tujuan. Saya sadar itu, namun saya belum tahu apa yang harus saya lakukan.

Lalu munculah keinginan-keinginan. Sesuatu hal yang bisa membuatku dengan mudah kembali berkhayal. Haaaaaahh...saya tidak mau terus-menerus mengutuki keadaan! Ingin rasanya mengacak-ngacak isi kepala. Pada akhirnya saya hanya menghindari kegiatan yang biasanya saya lakukan untuk menghindar dari keadaan. Tidak melakukan sesuatu, tapi juga tidak berkhayal.
Mungkin kata dan perasaan dalam bentuk ‘cinta’ yang membawa langkah awal pada apa yang sedang saya alami. Walaupun mungkin terlalu romantis dan terkesan sesuatu yang kebanyakan, tapi ya memang begitu adanya. Datangnya dari cerita-cerita yang disampaikan kekasih saya. Cerita yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan diri saya sebenarnya. Tetapi bisa membimbing dan menggurui saya secara tidak langsung. Awalnya saya hanya menganggapnya sebagai cerita yang harus saya tahu karena itu adalah masa kecil kekasihku. Kemudian ketika saya sadar bahwa saya juga memiliki rasa cinta yang hampir sama dengan cerita-cerita dari kekasihku, munculah rasa malu. Malu bahwa saya hanya bisa menghindar. Malu karena saya enggan memiliki tujuan. Malu atas ketakacuhan saya yang mengaku ‘cinta’ tanpa memiliki kemauan.

Biasanya, benturan-benturan yang mengarahkan saya untuk berkhayal lebih sering karena masalah uang. Maka, saya memulainya dari situ. Saya mulai mempersempit alasan-alasan mengapa saya dengan mudahnya langsung menghayal setiap kali berbenturan dengan uang. Lalu mulai mencari alternatif-alternatif lain yang membuat saya mempertahankan tujuan saya (keinginan yang muncul). Kemudian mulai menyelesaikan satu per satu pekerjaan yang tertunda dahulu.

Sebenarnya, ada perasaan sedikit terkejut ketika saya telah menyelesaikan salah satu kerjaan yang tertunda. Setelah selesai, saya bukannya lega, aneh..saya malah seperti disemangati, diberi energi lebih, dan merasa berapi-api untuk melakukan penyelesaian terhadap hal-hal yang lainnya. Dan anehnya lagi, saya bisa tetap memelihara keinginan saya dalam hati. Tidak membiarkannya hilang dan terlupakan begitu saja seperti sebelumnya. Saya tidak mau menyerah dulu. Keinginan-keinginan itu menjadi tujuan saya yang ternyata bisa mengikis perasaan hampa.

Kini, saya hanya butuh sabar, dan bergerak sedikit demi sedikit menyelesaikan tujuan dalam hati saya. Walaupun kadang, pikiran saya selalu mencuri-curi khayalan ketika mata terpejam.