Mungkin ini agak aneh. Setelah cukup lama memiliki
notebook sendiri, saya baru ingin menulis hari ini. Ya, Kamis, 19 September
2013. Tidak ada hal penting atau amanat yang dalam luar biasa seperti pada
tulisan orang-orang besar. Tidak, manusia macam saya hanyalah manusia pengisi
kekosongan sistem alam. Saya hanya ingin menulis karena ada kopi di samping
saya dan semacam perasaan yang baru saat ini membuat saya tidak hampa dalam
menghadapi keseharian saya.
Menurutku manusiawi apabila seseorang tidak puas dengan
kehidupan miliknya dan mulai menghayalkan kehidupan yang diinginkan. Setidaknya
dengan begitu ada perasaan menghibur diri sendiri. Saya sering melakukannya.
Membayangkan bisa dengan mudah menerima beasiswa S2 di Jepang, pulang ke tanah
air dengan bangga dan langsung mendapat pekerjaan yang sangat mengasikkan,
tentunya dengan bayaran yang memuaskan. Memiliki tempat tinggal sendiri,
membahagiakan ibu, memanjakan kucingku dengan royal, membeli segala macam
benda-benda yang tidak terbeli dalam keadaan sebenarnya. Terus menerus
bervariasi dan segalanya hanya khayalan belaka.
Keseharian yang saya alami sebenarnya biasa saja. Memiliki
ibu yang cukup pengertian, rumah yang tidak berlebihan, kekasih yang luar
biasa, kucing yang tidak rewel, kuliah tidak terlalu berantakan, ya segalanya
biasa-biasa saja. Hanya saja perasaan tidak puas kadang muncul saat-saat
keseharian yang biasa itu mulai terhalangi oleh beberapa partikel dalam hidup.
Uang, norma masyarakat, ketergantungan, umur, status sosial, dan mungkin pekerjaan.
Di saat-saat seperti itulah khayalan-khayalan yang terlalu mengawang muncul.
Mencoba untuk menghibur dan menyemangati diri. Yah, tetapi tak segampang itu.
Melayang dan terbang tinggi mungkin menyenangkan,
merasa ringan dan serba leluasa. Tetapi terjatuh? Tertabrak? Terhempas? Saya
rasa tidak akan menyenangkan. Tidak ada orang yang menyalahkan orang lain yang
menghayal bukan? Hal itu adalah hak semua orang terlepas dari apapun yang
dihayalkannya. Apalagi, menghayal dapat menghibur seseorang. Namun yah, seperti
pepatah bilang; segalanya yang berlebihan tidak baik. Saya mulai tersindir para
pepatah itu.
Khayalan-khayalan semacam kehidupan yang mapan yang
saya hayalkan selalu mendetail. Bagaimanapun saya selalu berusaha mencocokkan
beberapa bagian dalam khayalan saya dengan bagian aslinya dalam kenyataan. Saya
selalu membayangkan memiliki rumah minimalis semi modern. Sebelum menghayalkan
bagaimana saya memasak, menonton tv, mandi, dan lain-lain, saya selalu mencari
terlebih dahulu bagaimana denahnya, furniturnya, bentuknya. Begitu ada yang
cocok, langsung saya camkan dalam pikiran saya sambil memejamkan mata. Sama
halnya dengan mobil khayalan. Bagaimana interior dalamnya, warna catnya, merek
apa, dan hal-hal lainnya.
Pada mulanya memang saya menghayal hanya saat sedang
mengalami benturan-benturan dalam keseharian saya yang sederhana. Lalu semakin
lama, saya melakukannya lebih sering dari biasanya. Sebelum tidur, sehabis
menonton film, siang hari ketika tak ingin melakukan sesuatu, saat menunggu,
bahkan saat di toilet pun saya menghayal. Semakin sering saya menghayal,
semakin sering pula saya merasa tidak lagi terhibur. Saya sudah berlebihan.
Perasaan bahagia dengan memiliki kehidupan idaman dalam
khayalan hanya membawa perasaan muak pada kehidupan sebenarnya. Saya jadi mudah
kesal, sering mengutuki keadaan, tidak puas, tak punya keinginan melakukan
apapun, menjalankan keseharian yang ada dengan mengalir saja mengikuti arus
seperti ikan mati. Di saat saya butuh sesuatu, seringkali saya menghindar
dengan menghayal, bukan berusaha melakukan sesuatu untuk bisa memenuhi
kebutuhan itu. Tidak selesai, pun tidak membawa apa-apa. Saya merasa hampa.
Cukup lama saya hanya pasrah dengan perasaan hampa yang
kadang-kadang menyelimuti saya. Mau bagaimana lagi, menghayal sudah menjadi
bagian dari kebiasaan yang saya lakukan. Saya tak bisa langsung menghilangkan
itu dengan cepat. Tetapi bukan berarti tak ada keinginan untuk keluar dari itu
semua. Walaupun saya adalah manusia yang biasa saja, dan saya pun
mensyukurinya, bukan berarti saya tidak suka bergerak. Dalam artian, tetap diam
pada satu titik kehidupan sosial tanpa kemajuan, tidak ada perkembangan diri
yang berarti, sedangkan saya dikelilingi oleh orang-orang yang menjalani
kehidupan mereka dengan ringan dan memiliki tujuan. Saya sadar itu, namun saya
belum tahu apa yang harus saya lakukan.
Lalu munculah keinginan-keinginan. Sesuatu hal yang
bisa membuatku dengan mudah kembali berkhayal. Haaaaaahh...saya tidak mau
terus-menerus mengutuki keadaan! Ingin rasanya mengacak-ngacak isi kepala. Pada
akhirnya saya hanya menghindari kegiatan yang biasanya saya lakukan untuk
menghindar dari keadaan. Tidak melakukan sesuatu, tapi juga tidak berkhayal.
Mungkin kata dan perasaan dalam bentuk ‘cinta’ yang
membawa langkah awal pada apa yang sedang saya alami. Walaupun mungkin terlalu
romantis dan terkesan sesuatu yang kebanyakan, tapi ya memang begitu adanya.
Datangnya dari cerita-cerita yang disampaikan kekasih saya. Cerita yang sama
sekali tidak ada hubungannya dengan diri saya sebenarnya. Tetapi bisa
membimbing dan menggurui saya secara tidak langsung. Awalnya saya hanya
menganggapnya sebagai cerita yang harus saya tahu karena itu adalah masa kecil
kekasihku. Kemudian ketika saya sadar bahwa saya juga memiliki rasa cinta yang
hampir sama dengan cerita-cerita dari kekasihku, munculah rasa malu. Malu bahwa
saya hanya bisa menghindar. Malu karena saya enggan memiliki tujuan. Malu atas
ketakacuhan saya yang mengaku ‘cinta’ tanpa memiliki kemauan.
Biasanya, benturan-benturan yang mengarahkan saya untuk
berkhayal lebih sering karena masalah uang. Maka, saya memulainya dari situ.
Saya mulai mempersempit alasan-alasan mengapa saya dengan mudahnya langsung
menghayal setiap kali berbenturan dengan uang. Lalu mulai mencari
alternatif-alternatif lain yang membuat saya mempertahankan tujuan saya
(keinginan yang muncul). Kemudian mulai menyelesaikan satu per satu pekerjaan
yang tertunda dahulu.
Sebenarnya, ada perasaan sedikit terkejut ketika saya
telah menyelesaikan salah satu kerjaan yang tertunda. Setelah selesai, saya
bukannya lega, aneh..saya malah seperti disemangati, diberi energi lebih, dan
merasa berapi-api untuk melakukan penyelesaian terhadap hal-hal yang lainnya.
Dan anehnya lagi, saya bisa tetap memelihara keinginan saya dalam hati. Tidak
membiarkannya hilang dan terlupakan begitu saja seperti sebelumnya. Saya tidak
mau menyerah dulu. Keinginan-keinginan itu menjadi tujuan saya yang ternyata
bisa mengikis perasaan hampa.
Kini, saya hanya butuh sabar, dan bergerak sedikit demi
sedikit menyelesaikan tujuan dalam hati saya. Walaupun kadang, pikiran saya
selalu mencuri-curi khayalan ketika mata terpejam.