Selasa, 05 November 2013

sesuatu yang bisu

Ini bukan mimpi di tengah hari yang melenakan, atau mimpi buruk tengah malam yang menegangkan. Ini seperti botol bir yang selalu bewarna hijau tua dan keruh. Hanya bias saja apa yang bisa terlihat di dalamnya.
Kilat-kilat peristiwa yang rupa-rupa belum lagi tersulut oleh api menjadi asap yang kadang muncul menghalangi pandangan dan mengganggu pernapasan. Tubuh sudah sibuk menghadapi pengap oleh emosinya sendiri. Seperti warna, jika semuanya bercampur, hanya akan ada hitam. Tidak ada jalan. Tidak ada suara sayup-sayup yang terdengar. Tidak ada keringat yang mengaliri pori. Tidak ada wangi tanah yang basah di sore hari. Tak pula aroma dan rasa manis tembakau tersisa di bibir.

Ini bukanlah kehilangan, ini seperti bentuk pertahanan diri yang memperjuangkan sesuatu yang tak ingin hilang. Ini bukanlah sebuah kesudahan, bukan juga ketertundaan, ini seperti sesuatu di antara benar dan salah. Bukan bertolak dari rasa sakit. Bukan pula sebuah kemurtadan.

Disadari atau tidak, sebuah keterikatan yang selalu berkembang mengikuti lingkar-lingkar di luar garis tak lagi menjaga bentuknya. Melainkan mengatur bentuknya. Walaupun ada pembenaran, kadang terasa salah. Seperti terus mendorong untuk melangkah, namun dengan kaki yang terikat. Sepanjang apa tali yang mengikat, kita tidak pernah tahu. Karena sesuatu yang punya andil mengubah bentuknya selalu menarik-ulur talinya. Kita tidak pernah tahu kapan kita akan tersandung, terjerembab, menabrak tanah. Yang kita tahu hanyalah ketika kita terjatuh ternyata kita masih ada di tempat yang sama. Walaupun melangkah, namun tak pernah maju.

Kita selalu berjalan bersebrangan. Hal kecil adalah hal yang besar. Sesuatu yang sederhana samadengan sesuatu yang rumit. Rasa yang tawar tidak sepadan dengan rasa yang berbumbu. Aku ingin memotong talinya dan kita jalan bersama, kamu bersikeras memaksa menarik talinya dan kita berlari. Kamu memaksa aku mengalah, aku menentang kamu putus asa.


Aku ingin mengembalikan semua seperti semula. Tak ada tekanan, tak ada aturan yang saling memberatkan. Hanya berjalan, keterikatan yang dijaga tetap di luar garis lingkaran. Namun kita tahu, kita selalu bersebrangan. Bagimu, aku menjadi musim yang murtad, cuaca yang ingkar. Bagiku..ah, kita tahu, kita selalu bersebrangan....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar